Soekarno,
Presiden pertama Republik Indonesia, Seorang revolusioner yang sangat anti
dengan kolonialisme. Sesosok Pria dengan kharisma yang luar biasa, bukan hanya
kepada wanita bahkan juga kepada Pria lainnya yang memimpin sebuah negara.
Terbukti Soekarno Memiliki banyak sekali sahabat yang merupakan pemimpin
negara, mulai dari presiden AS John F Kennedy hingga Nikita Kruschev pemimpin
USSR, negara komunis terbesar saat itu. Soekarno melakukan pendekatan
pendekatan dengan negara - negara lainya untuk mewujudkan cita citanya agar
Indonesia bisa setara dengan negara negara besar di dunia.
Beberapa
orang sahabat yang merupakan pemimpin sebuah negara, ialah :
Josep Broz Tito
Presiden Yugoslavia Josep Broz Tito tak bisa
dipisahkan dari deretan sahabat kental Soekarno. Pada tahun 1950an, mereka
dikenal sebagai Kelompok Lima Netral. Kelompok lima ini beranggotakan Presiden
RI Soekarno, Perdana Menteri India Nehru, Presiden Ghana Kwame Nkrumah,
Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, dan Presiden Yugoslavia Josep Broz Tito.
Bisa dilihat pada usia belia dulu, Indonesia bisa ikut
menentukan langkah politik dunia yang terbagi atas Blok Barat dan Blok Timur.
Kelompok Lima Netral ini tak mau memilih salah satu blok. Mereka memilih
menggalang kekuatan di kalangan negara-negara dunia ketiga.
Karena keperluan Nonblok itu pula Soekarno sering
menemui Josep Broz. Jika Soekarno datang, Josep Broz akan mengajak Soekarno ke
night club paling mewah di Beogard. Mereka akan berdiskusi santai soal peta
geopolitik dunia sampai pagi.
Hebatnya, walau di night club, Soekarno tak mau
menenggak alkohol setetes pun. Dia selalu minta air jeruk saat mau toast. Broz
Tito pun tahu kebiasaan sahabatnya itu.
Pandit
Jawaharlal Nehru
Jawaharlal
Nehru Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru adalah salah satu orang yang
paling berjasa di awal kemerdekaan Indonesia. Saat Belanda memblokade wilayah
Indonesia dari luar, India membantu mengirimkan obat-obatan dan berbagai
bantuan lain untuk perjuangan Indonesia. Soekarno dan Nehru berteman baik.
Keduanya sama-sama founding father atau bapak bangsa bagi negaranya
masing-masing. Nehru dan Soekarno sama-sama ingin menciptakan Asia yang bebas
dari kolonialisme. Saat perayaan kemerdekaan India yang pertama, tanggal 26
Januari 1950, Soekarno hadir sebagai tamu kehormatan. Pada Nehru dan rakyat
India, Soekarno mengucapkan terimakasih dan salam persaudaraan dari seluruh
rakyat Indonesia. Tahun 1955 saat konferensi Asia Afrika, keduanya berdiri
dalam satu mobil yang sama dan melambai pada rakyat Indonesia. Soekarno pernah
menulis surat pada Nehru yang sangat isinya mengharukan. “India dan rakyatnya
terikat erat pada kami dengan darah dan kebudayaan. Hubungan ini telah terjalin
dari awal tercatatnya sejarah. Kata India juga akan selalu ada dalam hidup
kami. Sebagian kata itu merupakan rangkaian huruf pertama yang kami pilih untuk
menamai bangsa dan negara ini,” kata Soekarno.
Gamal Abdul
Nasser
Gamal Abdul
Nasser Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser dan Soekarno pun berteman akrab. Keduanya
adalah tokoh gerakan Nonblok yang sama-sama punya mimpi mewujudkan
negara-negara Asia dan Afrika agar tidak terus dijajah bangsa Eropa dan
Amerika. Soekarno berkali-kali mengunjungi Mesir. Karena Nasser pula masyarakat
Mesir sangat menghormati Soekarno. Karena itu ada kebun mangga Soekarno di
Ismailia. Bibit mangga itu konon merupakan hadiah Soekarno untuk rakyat Mesir.
Ada pula istilah kopiah Soekarno untuk menyebut peci hitam yang mirip dengan
kopiah Soekarno. Bahkan ada jalan Ahmed Soekarno di Kairo. Soekarno dan Nasser
pernah sama-sama khusyuk berdoa di Masjid Al Azhar, Kairo. Hingga kini, ribuan
mahasiswa Indonesia mendapat beasiswa di universitas Islam tertua itu.
Bagi mereka, Presiden Soekarno ibarat pepatah “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.” Bung Karno dikenang dengan nama Ahmad Soekarno.
Ada sebuah cerita dari seorang dubes RI di mesir AM Fachir ketika beliau bertemu dengan mantan Gubernur Sinai Utara di tahun 2011 lalu,
"O saya masih segar ingatan saya atas gambar-gambar ini, ketika itu saya masih muda melihat begitu akrabnya Presiden Ahmad Soekarno dan Presiden Nasser. Di masa itu, hubungan persahabatan Mesir dan Indonesiabegitu dekat," ungkap Gubernur Sinai Utara Murad Muafik saat menjamu makan siang Duta Besar Republik Indonesiauntuk Mesir AM Fachir, Minggu (2/1/2011) waktu setempat.
Dubes Fachir diundang bersilaturrahim dan makan siang oleh sang gubernur setelah acara penyerahan bantuan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk warga Palestina di Rafah, perbatasan Gazadengan wilayah Mesir. Bantuan peralatan medis itu diterima Direktur Bulan Sabit Merah Palestina Wilayah Jalur Gaza Khalil Al-Foul dengan difasilitasi Ketua Bulan Sabit Merah Sinai Utara, Mesir, Jenderal (Purn) Osama Serghani.
Seusai jamuan makan, Dubes Fachir memberi kenang-kenangan kepada Muafik berupa buku Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir.
Begitu melihat gambar pelukan akrab antara mantan Presiden Soekarno dan mendiang Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dalam buku itu, Muafik terkagum-kagum. Ingatannya menerawang masa lalu ketika dia yang masih belia menyaksikan tokoh pemimpin kedua negara tersebut bersahabat karib bahu membahu dalam mengusung gerakan antikolonialisme dan kekompakkan sesama negara dunia ketiga atau negara berkembang. Ketika itu, Presiden Soekarno dan Presiden Nasser bersama Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Yugoslavia Joseph Broz Tito, dan Presiden Ghan Nkrumah menggalang Gerakan Non-Blok.
Dubes Fachir diundang bersilaturrahim dan makan siang oleh sang gubernur setelah acara penyerahan bantuan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk warga Palestina di Rafah, perbatasan Gazadengan wilayah Mesir. Bantuan peralatan medis itu diterima Direktur Bulan Sabit Merah Palestina Wilayah Jalur Gaza Khalil Al-Foul dengan difasilitasi Ketua Bulan Sabit Merah Sinai Utara, Mesir, Jenderal (Purn) Osama Serghani.
Seusai jamuan makan, Dubes Fachir memberi kenang-kenangan kepada Muafik berupa buku Jauh di Mata Dekat di Hati: Potret Hubungan Indonesia-Mesir.
Begitu melihat gambar pelukan akrab antara mantan Presiden Soekarno dan mendiang Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dalam buku itu, Muafik terkagum-kagum. Ingatannya menerawang masa lalu ketika dia yang masih belia menyaksikan tokoh pemimpin kedua negara tersebut bersahabat karib bahu membahu dalam mengusung gerakan antikolonialisme dan kekompakkan sesama negara dunia ketiga atau negara berkembang. Ketika itu, Presiden Soekarno dan Presiden Nasser bersama Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Yugoslavia Joseph Broz Tito, dan Presiden Ghan Nkrumah menggalang Gerakan Non-Blok.
John
Fitzgerald Kennedy
John
Fitzgerald Kennedy Hanya satu Presiden Amerika Serikat (AS) yang berteman
dengan Soekarno. Dialah Presiden John Fitzgerald Kennedy. Sebelumnya Soekarno
sempat dongkol pada Presiden terdahulu AS Eisenhower karena membantu pemberontakan
PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi. Soekarno mengunjungi Kennedy bulan
April tahun 1961. Keduanya langsung cocok. Secara pribadi Kennedy memberikan
sebuah helikopter kepresidenan untuk Soekarno. Lewat lobi itu, AS pun setuju
menjual pesawat angkut C-130 Hercules untuk merebut Irian Barat dari Belanda.
John F Kennedy kemudian mengutus adiknya, Jaksa Agung AS Bob Kennedy ke
Indonesia dan Belanda. Bob banyak menekan Belanda untuk mau duduk di meja
perundingan menyelesaikan sengketa Irian Barat. John Kennedy sudah berjani akan
mengadakan kunjungan balasan ke Indonesia. Soekarno pun membangun sebuah
paviliun istimewa di istana negara untuk sahabatnya itu. Sayangnya John F
Kennedy keburu tewas ditembak sebelum sempat mencoba paviliun istimewa itu.
"Kennedy berpikiran progresif. Ketika aku membicarakan masalah bantuan kami, dia mengerti. Dia setuju. Seandainya Presiden Kennedy masih hidup tentu kedua negara tak akan berseberangan sejauh ini," kata Soekarno menyesali tragedi ini dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams.
Sebagian pihak menilai pembunuhan Kennedy penuh nuansa politis. Apa hubungan Kennedy dengan penggalian emas PT Freeport?
Lisa Pease membeberkan hal itu dalam artikel berjudul 'JFK, Indonesia, CIA, and Freeport' di majalah Probe tahun 1996. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC.
Freeport ternyata sudah lama mengincar Papua. Tahun 1959, perusahaan Freeport Sulphur nyaris bangkrut karena tambang mereka di Kuba dinasionalisasi oleh Fidel Castro. Dalam artikel itu disebut berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan.
Di tengah kondisi perusahaan yang terancam hancur itu pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur menemui Direktur Pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen.
Gruisen bercerita dirinya menemukan laporan penelitian di Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Disebutkan tembaga di gunung ini tak perlu susah-susah digali. Ibarat kata tinggal meraup, karena tembaga berada di atas tanah.
Wilson tertarik dan mulai mengadakan survei ke Papua. Dia setengah gila kegirangan karena menemukan gunung itu tak hanya berisi tembaga tapi emas! Ya, dia menemukan gunung emas di Papua.
Tahun 1960, suasana di Papua tegang. Soekarno berusaha merebut Papua dari Belanda lewat operasi militer yang diberi nama Trikora. Freeport yang mau menjalin kerjasama dengan Belanda lewat East Borneo Company pun belingsatan. Kalau Papua jatuh ke Indonesia bisa runyam urusannya. Mereka jelas tak mau kehilangan gunung emas itu.
Wilson disebutkan berusaha meminta bantuan John F Kennedy. Tapi si Presiden AS itu malah kelihatan mendukung Soekarno. John pula yang mengirimkan adiknya Bob Kennedy untuk menekan pemerintah Belanda agar tak mempertahankan Papua. JFK juga yang mengancam Belanda akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II, terpaksa menurut.
Agaknya Belanda pun tak tahu ada gunung emas di Papua sehingga mereka menurut saja disuruh mundur oleh AS.
Kontrak Freeport pun buyar. Apalagi Soekarno selalu menolak perusahaan asing menancapkan kaki mereka di Papua. Pada perusahaan minyak asing yang sudah kadung beroperasi di Riau, Soekarno meminta jatah 60 persen untuk rakyat Indonesia.
Kekesalan mereka bertambah, Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia.
Sebutir peluru menghentikan langkah Kennedy. Kebijakan pengganti Kennedy langsung bertolak belakang. Indonesia pun makin jauh dari AS dan semakin mesra dengan Blok Timur yang berbau komunis.
Tragedi September 1965 menghancurkan Soekarno. Dia yang keras menolak modal asing, digantikan Soeharto.
Setelah dilantik, Soeharto segera meneken pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freepot menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Ironisnya, pemerintah Indonesia hanya dapat jatah 1 persen. Kontras sekali dengan apa yang diperjuangkan Soekarno.
Sebagian pihak menilai pembunuhan Kennedy penuh nuansa politis. Apa hubungan Kennedy dengan penggalian emas PT Freeport?
Lisa Pease membeberkan hal itu dalam artikel berjudul 'JFK, Indonesia, CIA, and Freeport' di majalah Probe tahun 1996. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC.
Freeport ternyata sudah lama mengincar Papua. Tahun 1959, perusahaan Freeport Sulphur nyaris bangkrut karena tambang mereka di Kuba dinasionalisasi oleh Fidel Castro. Dalam artikel itu disebut berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan.
Di tengah kondisi perusahaan yang terancam hancur itu pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur menemui Direktur Pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen.
Gruisen bercerita dirinya menemukan laporan penelitian di Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Disebutkan tembaga di gunung ini tak perlu susah-susah digali. Ibarat kata tinggal meraup, karena tembaga berada di atas tanah.
Wilson tertarik dan mulai mengadakan survei ke Papua. Dia setengah gila kegirangan karena menemukan gunung itu tak hanya berisi tembaga tapi emas! Ya, dia menemukan gunung emas di Papua.
Tahun 1960, suasana di Papua tegang. Soekarno berusaha merebut Papua dari Belanda lewat operasi militer yang diberi nama Trikora. Freeport yang mau menjalin kerjasama dengan Belanda lewat East Borneo Company pun belingsatan. Kalau Papua jatuh ke Indonesia bisa runyam urusannya. Mereka jelas tak mau kehilangan gunung emas itu.
Wilson disebutkan berusaha meminta bantuan John F Kennedy. Tapi si Presiden AS itu malah kelihatan mendukung Soekarno. John pula yang mengirimkan adiknya Bob Kennedy untuk menekan pemerintah Belanda agar tak mempertahankan Papua. JFK juga yang mengancam Belanda akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II, terpaksa menurut.
Agaknya Belanda pun tak tahu ada gunung emas di Papua sehingga mereka menurut saja disuruh mundur oleh AS.
Kontrak Freeport pun buyar. Apalagi Soekarno selalu menolak perusahaan asing menancapkan kaki mereka di Papua. Pada perusahaan minyak asing yang sudah kadung beroperasi di Riau, Soekarno meminta jatah 60 persen untuk rakyat Indonesia.
Kekesalan mereka bertambah, Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia.
Sebutir peluru menghentikan langkah Kennedy. Kebijakan pengganti Kennedy langsung bertolak belakang. Indonesia pun makin jauh dari AS dan semakin mesra dengan Blok Timur yang berbau komunis.
Tragedi September 1965 menghancurkan Soekarno. Dia yang keras menolak modal asing, digantikan Soeharto.
Setelah dilantik, Soeharto segera meneken pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freepot menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Ironisnya, pemerintah Indonesia hanya dapat jatah 1 persen. Kontras sekali dengan apa yang diperjuangkan Soekarno.
Jika Soekarno dan Johf F Kennedy masih ada, Freeport tidak akan pernah ada di indonesia.
Fidel Castro
dan Che Guevara
Fidel Castro
dan Che Guevara baru memenangkan revolusi di Kuba. Pada Bulan Juni 1959, Castro
mengutus Che melawat ke negara-negara Asia. Ada 14 negara yang dikunjungi Che,
sebagian besar negara peserta Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955.
Tentu Indonesia sebagai tuan rumah konferensi Asia Afrika, mendapat lawatan
khusus Che. Dia menemui Presiden Soekarno di Jakarta. Keduanya berdiskusi
panjang lebar soal revolusi di masing-masing negara. Keduanya cocok karena sama-sama
anti imperialis. Selain berdiskusi, Che juga menjalin kerjasama di bidang
ekonomi antara Indonesia dan Kuba. Che juga sempat berwisata ke Candi
Borobudur. Che yang terkesan dengan Soekarno kemudian mengundang Soekarno untuk
ganti berkunjung ke Kuba. Di sana Soekarno bertemu Fidel Castro. Fidel dan
Soekarno langsung cocok dan menjadi sahabat. Apalagi saat itu Indonesia dan
Kuba sama-sama kesal dengan Amerika Serikat (AS) yang mau ikut campur urusan
dalam negeri kedua negara.
Nikita
Kruschev
Nikita Kruschev Persahabatan Presiden Soekarno dan
pemimpin Uni Soviet Nikita Kruschev mungkin lebih didasari latar belakang
politik. Periode 1960an, Soekarno memaki-maki Amerika Serikat yang dianggap
mendikte Indonesia. Bantuan dari AS dinilai tidak tulus karena AS banyak
maunya. Maka saat Uni Soviet dan negara-negara Blok Timur menawarkan bantuan,
Soekarno langsung menyambutnya. Walau berlatar belakang politik, hubungan
keduanya cukup akrab. Soekarno menggambarkan saat itu Kruschev begitu
menghargainya. Di suatu hari yang sangat dingin di Rusia, Kruschev menjemput
Soekarno. Tanpa banyak bicara dia mengajak Soekarno dan memberikan pinjaman
tanpa bunga untuk Indonesia. Dari Soviet pula Indonesia mendapat aneka
persenjataan canggih untuk operasi militer merebut Irian Barat. Mulai dari
pesawat tempur, pesawat pembom, kapal selam, kapal patroli hingga rudal anti
serangan udara. Indonesia sempat menjadi negara paling kuat di Asia tahun
1960an
Mao ze dong
Sebagai Diplomat ulung sampai kini posisi Soekarno belum tergantikan. Hal ini Nampak saat beberapa kali kunjungan ataupun menerima tokoh-tokoh dunia. Dalam menghadapi tokoh dunia yang seide Soekarno akan tampil begitu manisnya, tapi dia akan begitu garang bila menghadapi tokoh-tokoh Negara besar yang tidak memberikan rasa hormatnya kepada Indonesia.
Nah, ini adalah sekelumit pujian Soekarno kepada Mao. Pertama, ia memuji Mao sebagai seorang pemimpin yang cerdik. Dikisakan, pada satu periode, Negeri Tirai Bambu itu terancam bahaya kelaparan. Tanaman padi, jagung, dan gandung yang ditanam para petani, terancam gagal panen.
Ancaman terhadap produksi bahan pakan negeri dengan penduduk terbesar di dunia itu, datang dari jutaan burung pipit yang hidup liar di seantero negeri. Betapa tidak, tatkala bulir-bulir padi mulai ruah, kawanan burung pipit menyerbunya habis. Pohon padi yang siap panen pun menjulang tanpa isi. Sebuah ancaman kelaparan sungguh tampak di pelupuk mata.
Mao Zedong menerapkan strategi jitu guna menuntaskan hama burung pipit di negerinya. Mao tahu, burung pipit hanya punya kemampuan terbang terus-menerus selama empat jam. Maka, pada suatu ketika, Mao memerintahkan rakyatnya yang waktu itu berjumlah 600 juta, untuk secara serentak memukul tong-tong dari bambu, mengoyak-oyak pepohonan, berteriak-teriak atau berbuat sesuatu untuk menghalau burung pipit.
Perintah Mao dipatuhi. Alhasil, suatu hari, sejak pukul lima pagi hingga jam sembilan, ratusan juta rakyat di seluruh penjuru negeri melaksanakan perintah Mao. Gaduhlah negeri itu. jam sembilan lebih 30 menit, kurang lebih, jutaan burung pipit berjatuhan, lemas menggelepar di tanah. Sontak jutaan rakyat Cina menangkap, memungut, menggoreng dan memakannya. Persoalan pun teratasi.Soekarno sangat sering menyitir kejadian di atas dalam banyak kesempatan, di banyak negara. Tak heran jika sebagian orang yang tidak menangkap substansi, langsung menuding Soekarno berbaik-baik dengan tokoh komunis. Bahkan tidak sedikit yang menuding adanya kecenderungan Soekarno menjadi komunis.
Atas tudingan tadi, Soekarno lewat buku yang ditulis Cindy Adams menukas, “Aku akan memuji apa yang baik, tak pandang sesuatu itu datangnya dari seorang komunis, Islam, atau seorang Hopi Indian. Akan tetapi, betapa pun, pandangan dunia luar, maka terhadap persoalan apakah aku akan menjadi komunis atau tidak, jawabnya ialah: T-I-D-A-K!”
Bahwa ia bersahabat baik dengan Moskow dan Beijing, Soekarno bardalih karena memang kedua negara –yang kebetulan komunis– itu begitu menghormati dan mengagungkan Soekarno. Ia mengambil contoh, saat berkunjung ke Moskow, 150 orang Rusia berbaris untuk menyanyikan lagu “Indonesia Raya” sebagai penyambutan terhadap kedatangan Soekarno di lapangan terbang, Padahal Soekarno datang dengan pesawat terbang Amerika (PanAm). Atas peristiwa itu, Soekarno mengaku terharu, bahkan air matanya berlinang-linang.
Demikian pula ketika Soekarno berkunjung ke Cina. Di Beijing, rakyat Cina menyambut kedatangan Soekarno dengan arak-arakan pawai raksasa serta tembakan penghormatan. Soekarno bahkan bisa merasakan, orang-orang yang ikut dalam rombongannya, ikut merasakan bangga. Bangga karena bangsa Indonesia yang telah diinjak-injak, kini telah mengambil tempatnya, berdiri di antara bangsa-bangsa besar.
Post a Comment
Orang Keren habis baca pasti komen, setuju ?