Sangat Menarik untuk dibicarakan jika kita berbicara mahasiswa, karena
mahsiswa adalah predikat yang amat "eksklusif". Disebut eklsusif
karena mahasiswa adalah sosok yang istimewa dipandang dari sudut apapun dan
dari manapun serta mempunya cerita yang istimewa dari masa ke masa, baik di
Negara maju maupun di Negara berkembang begitu juga halnya dengan mahasiswa di
Indonesia.
Pada artikel ini akan
di bahas tentang gerakan pelajar, terutama mahasiswa di era pemerintahan
Sukarno.
Prolog
Dalam
perkembangan gerakan pemuda pasca era boedi utomo dan sumpah pemuda, yaitu era proklamasi
dinamika
pergerakan nasional ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan
akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan
baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis
massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia(PBI), sedangkan Kelompok
Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI).
Secara umum
kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh
lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan
melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik dan hal ini
ditindak lanjuti dengan membubarkan organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk
partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang
mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis,
akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih
untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para
pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam
sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng
Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya
menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu
peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah
tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul
Saleh dan Soekarni saat
itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya
memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
Sebelum membahas
lebih jauh tentang gerakan mahasiswa, akan lebih baik jika mengetahui dulu,
pengertian dari mahasiswa itu sendiri, yaitu :
“Mahasiswa
adalah sebuah lapisan masyarakat yang terdidik yang menikmati kesempatan
mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sesuai dengan perkembambangan usianya
yang secara emosional sedang bergejolak menuju kematangan dan berproses
menemukan jatidiri, dan sebagai sebuah lapisan masyarakat yang belum banyak
dicemari kepentingan – kepentingan praktis dan pragmatis, alam fikiran
mahasiswa berorientasi pada nilai – nilai ideal dan kebenaran. Karena orientasi
idealis dan pembelaannya pada kebenaran, sebagian ahli memasukkannya ke dalam
cendikiawan ( Arif Budiman 1983:150 ) dan yang menurut
Julien Benda “whose activity not the pursuit of pratical aims”, atau
seperti kata Lewis Coser, “tidak pernah puas dengan kenyataan sebagaimana
adanya … mereka mempertanyakan kebenaran yang berlaku pada zamannya dan mencari
kebenaran yang lebih tinggi dan lebih luas” ( Lewis A. Coser 1997 :
xvi )
Pasca Proklamasi hingga akhir orde
lama
Di era pasca
kemerdekaan, mulai bermunculan secara
bersamaan organisasi - organisasi mahasiswa di berbagai kampus. Berawal dari
munculnya organisasi mahasiswa yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa di Sekolah
Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta, yang dimotori oleh Lafran Pane dengan
mendirikan organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada tanggal 14 rabiul
awal 1366 H yang nertepatan pada 05 Februari 1947.
Organisasi
ini dibentuk sebagai wadah pergerakan mahasiswa yang dilatarbelakangi oleh 4
faktor utama yang meliputi Situasi Dunia Internasional, Situasi NKRI, Kondisi
Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia, Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia
Kemahasiswaan. Selain itu pada tahun yang sama, dibentuk pulalah Perserikatan
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI) yang didirikan melalui kongres mahasiswa
di Malang.
Lalu pada
waktu yang berikutnya didirikan juga organisasi - organisasi mahasiswa yang
lain seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berhaluan pada
ideologi Marhaenisme Soekarno, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GAMSOS)
yang lebih cenderung ke ideologi Sosialisme Marxist, dan Concentrasi Gerakan
Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang lebih berpandangan komunisme sehingga cenderung
lebih dekat dengan PKI (Partai Komunis Indonesia).
Sebagai
imbas daripada kemenangan PKI pada pemilu tahun 1955, organisasi CGMI cenderung
lebih menonjol dibandingkan dengan organisasi - organisasi mahasiswa lainnya.
Namun justru hal inilah yang menjadi cikal bakal perpecahan pergerakan
mahasiswa pada saat itu yang disebabkan karena adanya kecenderungan CGMI
terhadap PKI yang tentu saja dipenuhi oleh kepentingan - kepentingan politik
PKI. Secara frontal CGMI menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi -
organisasi mahasiswa lainnya terutama dengan organisasi HMI yang lebih
berazazkan Islam.
Berbagai
bentuk propaganda politik pencitraan negatif terus dibombardir oleh CGMI dan
PKI kepada HMI, beberapa bentuk propaganda yang mereka wujudkan yaitu salah
satunya melalui artikel surat kabar yang berjudul Quo Vadis HMI. Perseturuan
antara CGMI dan HMI semakin memanas ketika CGMI berhasil merebut beberapa
jabatan di organisasi PPMI dan juga GMNI, terlebih setelah diadakannya kongres
mahasiswa V tahun 1961.
Atas
beberapa serangan yang terus menerus dilakukan oleh pihak PKI dan CGMI terhadap
beberapa organisasi mahasiswa yang secara ideologi bertentangan dengan mereka,
akhirnya beberapa organisasi mahasiswa yang terdiri dari HMI, GMKI (Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia), PMKRI, PMII, Sekretariat Bersama
Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan
Pers Mahasiswa (IPMI), mereka sepakat untuk membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia). Dimana tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa
dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan
memiliki kepemimpinan.
Munculnya
KAMI yang dimotori oleh wakil PB HMI Ma’arie Moehammad dan diikuti berbagai
aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan
lain-lain. Berawal dari semangat kolektifitas mahasiswa secara nasional
inilah perjuangan mahasiswa yang dikenal sebagai gerakan angkatan '66 inilah
yang kemudian mulai melakukan penentangan terhadap PKI dan ideologi komunisnya
yang mereka anggap sebagai bahaya laten negara dan harus segera dibasmi dari
bumi nusantara.
Namun
sayangnya, di tengah semangat idealisme mahasiswa pada saat itu ada saja godaan
datang kepada mereka yang pada akhirnya melunturkan idealisme perjuangan
mereka, dimana setelah masa orde lama berakhir, mereka yang dulunya berjuang
untuk menruntuhkan PKI mendapatkan hadiah oleh pemerintah yang sedang berkuasa
dengan disediakan kursi MPR dan DPR serta diangkat menjadi pejabat pemerintahan
oleh penguasa orde baru. Namun di tengah gelombang peruntuhan
idealime mahasiswa tersebut, ternyata ada sesosok mahasiswa yang sangat dikenal
idealimenya hingga saat ini dan sampai sekarang tetap menjadi panutan para
aktivis - aktivis mahasiswa di Indonesia, yaitu Soe Hok Gie. Ada
seuntai kalimat inspiratif yang dituturkan oleh Soe Hok Gie yang sampai
sekarang menjadi inspirasi perjuangan mahasiswa di Indonesia, secara lantang ia
mengatakan kepada kawan - kawan seperjuangannya yang telah berbelok idealimenya
dengan kalimat "lebih baik terasingkan daripada hidup dalam
kemunafikan".
TRITURA, KAMI, Dan SUKARNO
1966, KAMI pada waktu itu menggugat pemerintahan
soekarno beserta seluruh menteri kabinetnya karena dianggap telah menyimpang
dari cita – cita kemerdekaan 1945. Ketika pada waktu itu, para mahasiswa yang
tergabung dalam KAMI yang selanjutnya diikuti oleh kesatuan – kesatuan aksi
yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia ( KAPI ), Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia ( KAPPI ), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia ( KABI ),
Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia ( KASI ), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia ( KAWI
), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia ( KAGI ), serta didukung penuh oleh
angkatan bersenjata. Mereka pada waktu itu menyerukan 3 tuntutan kepada pemerintah
saat itu, yang dikenal dengan sebutan yang sering kita dengar hingga saat
sekarang ini ialah TRITURA ( TIGA TUNTUTAN
RAKYAT ). Dan pada waktu itu, ketika dimana gelombang demonstrasi
menuntut pembubaran PKI semakin keras, pemerintah tidak segera mengambil
tidakan. Keadaan negara Indonesia ketika itu sudahlah sangat parah, baik dari
segi ekonomi maupun politik. Harga barang naik sangat tinggi terutama BBM. Oleh
karenanya itu, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI mempelopori
kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR – GR
menuntut Tritura.
Dan dari mana isi tritura tersebut
ialah seperti dibawah ini :
1. Bubarkan PKI beserta ormas –
ormasnya.
2. Perombakan kabinet DWIKORA.
3. Turunkan harga dan perbaiki sandang
– pangan.
Selasa 18 Januari 1966,
delegasi KAMI bertemu dengan Soekarno. Ini adalah yang kedua kalinya. Cuma,
pertemuan pertama dengan Soekarno berlangsung ringkas saja, yaitu saat
berlangsung Sidang Paripurna Kabinet 15 Januari. Delegasi mahasiswa
menyampaikan tuntutan-tuntutan pembubaran PKI, reshufle kabinet dan penurunan
harga. Pertemuan 18 Januari adalah pertemuan yang terjadwal. Dalam pertemuan
itu, delegasi KAMI terdiri antara lain dari Cosmas Batubara, David Napitupulu,
Zamroni, Mar’ie Muhammad, Elyas, Lim Bian Koen, Firdaus Wajdi, Abdul Gafur dan
Djoni Sunarja. Tentang pertemuan ini, David Napitupulupernah mengisahkan di
tahun 1986, betapa Soekarno masih berhasil menunjukkan wibawa dan membuat
beberapa tokoh mahasiswa ‘melipatkan’ dan merapatkan tangan di depan perut
bawah dengan santun. Menjawab tudingan Soekarno yang disampaikan dengan nada
keras, salah satu anggota delegasi menjelaskan kepada Soekarno bahwa kalau ada
ekses-ekses yang terjadi dalam aksi-aksi KAMI, semisal corat-coret dengan
kata-kata kotor, itu “adalah pekerjaan tangan-tangan kotor” yang menyusup ke
dalam “barisan mahasiswa progressif revolusioner”.
Soekarno antara lain
mempersoalkan corat-coret yang menyebut salah satu isterinya, Nyonya Hartini, sebagai
”Gerwani Agung”. Gerwani adalah organisasi wanita onderbouw PKI.
Delegasi KAMI juga
menyampaikan tiga tuntutan rakyat. Dan Soekarno menjawab “Saya mengerti
sepenuhnya segala isi hati dan tuntutan para mahasiswa”, dan menyatakan tidak
menyangsikan maksud-maksud baik mahasiswa. Tetapi dengan keras Soekarno
menyatakan tidak setuju cara-cara mahasiswa yang menjurus ke arah vandalisme
materil dan vandalisme mental, yang menurut sang Presiden bisa ditunggangi
golongan tertentu dan Nekolim, yang tidak menghendaki persatuan Bung Karno dan
mahasiswa. Dalam pertemuan yang disebut dialog ini, yang terjadi adalah
Soekarno mengambil kesempatan berbicara lebih banyak daripada para mahasiswa.
Tentang pembubaran PKI, kembali Soekarno tidak memberikan jawaban memenuhi
tuntutan pembubaran, dan hanya menyuruh mahasiswa menunggu keputusan politik
yang akan diambilnya.
Tentang ‘kemarahan’
Soekarno saat pertemuan tersebut, juga diceritakan tokoh 1966 Cosmas Batubara,
dalam tulisannya ‘Napak Tilas Gerakan Mahasiswa 1966’ (dalam OC Kaligis – Rum
Aly, Simtom Politik 1965, Kata Hasta, 2007).
Sebelum kami diterima
Presiden, tulis Cosmas, ajudan Presiden yaitu Mayor KKO Widjanarko mengatakan
Presiden “akan marah kepada anda semua”. Karena itu, kata Widjanarko, “saran
saya, diam saja dan dengar. Biasanya Presiden itu akan marah-marah selama
kurang lebih 30 menit”. Apa yang dikatakan Mayor Widjanarko memang benar.
Setengah jam pertama Presiden Soekarno marah dan mengatakan bahwa para
mahasiswa sudah ditunggangi oleh Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme).
“Kemudian secara khusus Presiden Soekarno marah kepada saya” dengan mengatakan,
“saudara Cosmas sebagai orang Katolik, mengapa ikut-ikut demonstrasi dan saya
dapat laporan bahwa anggota PMKRI menulis kata-kata yang tidak sopan terhadap
Ibu Hartini. Saudara harus tahu bahwa Paus menghargai saya dan memberi bintang
kepada saya. Betul kan saudara Frans Seda bahwa Paus baik dengan saya?”. Frans
Seda yang ikut hadir dalam pertemuan itu mengangguk.
“Presiden Soekarno
tidak sadar bahwa para mahasiswa yang datang masing-masing sangat independen”
tulis Cosmas lebih lanjut. “Kalau saya diserang secara pribadi bukan berarti
yang lain akan diam”. Setelah Presiden Soekarno marah-marah, para peserta
pertemuan satu persatu melakukan reaksi dan akhirnya Presiden Soekarno
kewalahan. Lalu sambil menoleh kepada Roeslan Abdoelgani, Soekarno berkata,
“Roeslan, mereka ini belum mengerti revolusi. Bawa mereka dan ajar tentang
revolusi”.
Akhirnya
pertemuan selesai tapi belum ada putusan Presiden tentang Tritura. “Seperti
hari-hari sebelumnya para mahasiswa mulai lagi demonstrasi. Dalam puncak
kejengkelannya terhadap demonstrasi KAMI, maka pada tanggal 25 Februari 1966
Presiden Soekarno mengeluarkan putusan membubarkan KAMI yang diikuti pengumuman
tidak boleh berkumpul lebih dari lima orang”.
"Artikel ini dipersiapkan untuk di upload di majalah online yang akan dibuat oleh teman2 forum sejarah & xenology kaskus, sebelum dimunculkan di majalah perdana tersebut, gw arsipkan disini saja"
Majalah Jas Merah sudah Terbit, Bisa kalian search di google dengan keywoord "majalah JasMerah"
Post a Comment
Orang Keren habis baca pasti komen, setuju ?